Laporan : Team
JAKARTA TIMUR,poskota.net – Sidang perkara dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan perceraian digelar di PN Jakarta Timur (Jaktim) Ngadino dan Ponimen hanya dituntut hukuman ringan 6 bulan penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Meilando menerangkan yang memberatkan hukuman terdakwa Ngadiono dan Ponimen adalah dalam persidangan memberikan keterangan palsu diatas sumpah, sementara yang meringan terdakwa koperatif mengikuti selama sidang berlangsung.”Maka jaksa penuntut menjatuhkan kepada kedua terdakwa 6 bulan penjara,” ungkap JPU Andi Meilando,” usai membacakan hukuman tersangka di PN Jakarta Timur, Rabu (29/11/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil putusan Jaksa tersebut, membuat Korban, Andri, kecewa atas tuntutan JPU. Menurutnya tuntutan yang dijatuhkan terhadap Terdakwa membuat dirinya tidak memiliki hak mendapat keadilan yang layak sebagai Warga Negara Indonesia karena tidak sesuai dengan tuntutan yang disangkakan terhadap Terdakwa Ngadino dan Poniyem.
“Tidak terima hukuman seringan itu karena banyak kerugian materiil dan immateriil yang saya alami mulai dari fitnah sampai hak saya dan anak-anak yang tidak terpenuhi. Belum lagi perlakuan dari mereka semenjak saya disekap di Citra Maja sehingga hukuman seharusnya lebih dari tuntutan JPU yang hanya 6 bulan. Dimana keadilan bagi saya kalau hanya hukuman seringan itu.” ungkap Andri kepada wartawan usai diwawancarai.
“Kalau hukuman yang dijatuhkan ketua hakim sama atau lebih ringan berarti pengadilan ini sudah jelas tumpul ke bawah dan tajam ke atas,” terangnya.
Kekecewaan juga dikatakan Kartika Sari, SH, M.Kn., selaku penasehat hukum saksi korban yang sangat kecewa tuntutan JPU pada persidangan tuntutan hukum hari ini, sebagai pengacara berpendapat bila terdakwa terbukti melakukan keterangan palsu/kebohongan dalam persidangan seharusnya bisa dijatuhkan hukuman selama 7 tahun dimasukan ke Pasal 242 ayat (1).
Berbunyi, barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
“Tidak pantas kedua terdakwa mendapatkan hukuman dari JPU kutungan 6 bulan, tidak sesuai dengan pasal yang disangkakan, kami hanya minta keadilan dalam kasus ini,” tegas Kartika Sari, SH, M.Kn,.
Dalam hal ini juga, penasehat hukum saksi korban Dody Zulfan, SH.,MH, mengaku sangat kecewa sudah mempercayai JPU, padahal sebelumnya JPU meminta kelengkapan bukti dan saksi yang sudah kami penuhi bahkan kami bersama mencari bukti baru, didapatlah hasil bahwa kwitansi berobat atas nama Poniyem yg disampaikan kepada Kejaksaan sebagai salah satu alasan tidak ditahan di rutan ternyata Palsu. Apakah ini tidak menjadi pertimbangan serius JPU.
JPU juga menjelaskan bahwa terdakwa seharusnya menggunakan gelang jika sebagai tahanan kota, tapi dari awal dan sampai tuntutan JPU ini, terdakwa tidak pernah tampak menggunakan gelang bahkan tidak juga menggunakan baju orange sebagaimana Terdakwa yg lain.
“JPU hanya menjatuhkan terdakwa hukuman penjara 6 bulan. Mau kemana kita bawa pengadilan ini, sudah jelas seorang terdakwa mengaku kesalahan, jika tuntutan seringan ini maka tidak akan ada efek jera kepada Pelaku dan akan memberi kesempatan pada pihak lain untuk leluasa memberikan keterangan Palsu diatas sumpah dan tidak menghormati marwah Pengadilan, karena hukumannya sepele,” paparnya.
Dody Zulfan, SH, MH.,.menceritakan selama Korban, Andri, di sidang sebagai saksi, banyak sekali kejanggalan yang terjadi misalnya ditolaknya bukti dari Korban oleh Hakim sedangkan bukti dari Terdakwa selalu diterima; Korban dan saksinya diintimidasi Hakim dengan cara dicecar dengan nada tinggi; Hakim mencecar Korban dengan pertanyaan-pertanyaan di luar konteks yang ada pada gugatan dan ada juga kejadian di mana Hakim Anggota main mata dengan pihak Terdakwa dan Kuasa Hukumnya; serta para penonton dari pihak terdakwa tertawa selama sidang berlangsung.
“Sementara Rekan kami saat ikut tertawa, langsung ditegur oleh hakim, untuk itu hakim sudah kami lapor ke Bawas Mahkamah Agung RI,” pungkasnya.
TERDAKWA MENANGIS
Persidangan penuntutan hukuman terdakwa oleh JPU Ari Meilando ada hal unik, tidak terbiasa dipandang mata, berawal saat hakim memanggil terdakwa Ngadino dan Poniyem di bangku pesakitan pengadilan, sidang baru mulai terdakwa Ngadino menangis.
Sontak hakim pengadilan kaget dan menanyakan kenapa terdakwa menangis sambil menunjuk ke terdakwa Ngadino, hanya Ngadino menjawab tidak kenapa-kenapa pak hakim.
“Saat ini kita lanjutkan persidangan tuntutan hukuman dari JPU,” ucap Hakim usai terdakwa Ngadino ditanyakan.
Terdakwa Ngadino menangis ada pengunjung persidangan namanya tidak mau dipublikasikan menduga itu hanya setingan biar hukuman di ringankan, karena disuruh menangis “nanti menangis aja”.
“Kok waktu tuntutan hukuman JPU, terdakwa Ngadino menangis, terlihat setingan banget deh,” tandasnya. Apalagi pada saat Terdakwa Ngadino menangis semua pada bingung, karna begitu tampak dipaksakan untuk menangis yang tidak jelas alasannya.
Disisi lain kedua terdakwa dijadikan tahanan kota, lantaran melihat kondisi terdakwa Poniyem yang memakai tongkat dalam persidangan. Kenyataan sebenarnya terdakwa dapat berjalan tanpa tongkat, sehingga bisa dikatakan hanya modus untuk mengelabuhi hakim.
Terlihat usai persidangan untuk keluar terdakwa Poniyem terlihat mengangkat tongkatnya dan dapat berjalan dengan baik.