Poskota.net, Perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Forum Tangerang Untuk Demokrasi (FTUD) mendatangi kantor Kejaksaan Agung RI (12/11/2024),
meminta agar Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah Pembangunan RSUD Tigaraksa oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang dibuka kembali,
diambil alih oleh Kejaksaan Agung RI serta melanjutkannya untuk di sidangkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pengadaan tanah untuk RSUD Tigaraksa telah selesai dengan menggunakan anggaran sebesar Rp 62.463.767.000 dari APBD Kabupaten Tangerang,
setengahnya sebesar Rp 32.800.000.000 diduga ada penyimpangan yang merugikan keuangan daerah.
Nilai penyimpangan tersebut sangatlah besar, akan sangat bermanfaat bagi masyarakat jika digunakan untuk membangun jalan dan sekolah, bukan disalah guna untuk kepentingan pribadi pihak tertentu”, demikian dikatakan Dennis Ahmad selaku ketua.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang karena telah melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahkan telah memeriksa saksi-saki lebih dari 50 orang saksi, “kami apresiasi atas kerja Kejari Kabupaten Tangerang telah melakukan proses hukum hingga diketahui adanya kerugian keuangan daerah, namun kami kecewa karena perkara tersebut tiba-tiba dihentikan” lanjut Denis Ahmad.
Terpisah, Rizki Syaifullah juga, menilai adanya Surat Nomor: Print-2464/M.6.12/Fd.1/08/2024 tertanggal 30 Agustus 2024 tentang penghentian Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan RSUD Tigaraksa Tahun Anggaran 2020-2022, dengan alasan telah ada pengembalian uang sebesar Rp 32.800.000.000 oleh Kejari Kabupaten Tangerang, “dengan adanya pengembalian uang yang dididuga disalahguna, maka itu artinya benar telah ada tindak pidana korupsi, maka seharusnya Kejari Kabupaten Tangerang terus melanjutkannya untuk mengungkap secara tuntas pihak-pihak yang harus bertanggungjawab,
menghentikannya justru terkesan aneh dan tidak masuk akal, sehingga menimbulkan presepsi publik seolah-olah penghentian tersebut adalah untuk melindungi pihak-pihak yang di duga terlibat korupsi”, tegasnya.
Senada dengan itu, Kuasa Hukum warga, Nurman Samad, SH., yang hadir mendapingi juga menilai penghentian penyidikan tersebut juga tidak beralasan menurut hukum. Menurutnya, “pertama: ketika ada pengembalian, maka itu artinya ada pelaku, Kejari seharusnya memproses sebagai bentuk komitmen dalam melaksanakan program pemerintah yaitu pemberantasan tindak pidana korupsi, bukan menghentikan, kedua: penghentian tersebut bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku, ketiga: penghentian ini mendegradasi marwah Kejaksaan serta menimbulkan presepsi publik adanya sikap tebang pilih, tumpul keatas (orang hebat/kuat) dan tajam kebawah (orang biasa/kecil), apakah setelah adanya tindak pidana pencurian lalu proses hukum berhenti karena si pencuri mengembalikan barang/harta curiannya? Apakah setelah adanya tindak pidana penipuan dan penggelapan, lalu proses hukum berhenti karena si pelaku penipuan dan penggelapan mengembalikan barang/harta penipuan dan penggelapannya?. Oleh karenanya kami meminta Kejagung untuk untuk mengambil alih dan melanjutkan proses, dan kami berharap momentum Pilkada tidak dijadikan alasan tidak memproses, justru pengungkapan ini menjadi penting bagi masyarakat agar siapapun pihak-pihak yang terlibat agar mempertanggungjawabkannya.
Nurman Samad, SH (+62 813-9902-4749)
Denis Ahmad K A