Laporan : Yudi Ahyadi
JAKARTA,poskota.net- Pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam aturan dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19. Dalam sejarah NKRI, baru kali ini masyarakat Indonesia disuguhkan lebih dari 26 peraturan, baik dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah.
Beberapa aturan dinilai belum tepat sasaran (misal: terkait kartu pra kerja dimana momentumnya dirasa kurang tepat untuk dikeluarkan saat ini). Namun ada juga aturan lainnya yang dianggap membantu pekerja dan pengusaha, misalnya: Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
Pada Kamis, 23 April 2020 Kementerian Perhubungan RI mengeluarkan Permen No. 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Permen ini mengatur larangan penggunaan sarana transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara, kecuali sarana transportasi dalam satu wilayah aglomerasi (misal: wilayah Jabodetabek) tetap masih diizinkan beroperasi.
Pada intinya PermenHub No. 25/2020 ini melarang transportasi bagi masyarakat untuk mudik. Adapun transportasi yang diperbolehkan hanya untuk aparat dan pimpinan negara yang menjalankan tugasnya, seperti TNI, Kepolisian RI, Aparatur Sipil Negara, tenaga medis dan tamu negara/diplomat.
Begitu juga dengan Kapal laut ataupun penerbangan khusus repatriasi (repatriasi flight) yang memulangkan WNI maupun WNA, TKI atau pekerja migran dan operasional lainnya berdasarkan izin Direktur Jenderal Perhubungan Udara tetap diijinkan dan diperbolehkan.
Tentu saja jika ada perusahaan yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif bahkan bisa dicabut ijin operasionalnya.
Aturan ini mulai diberlakukan selama masa periode 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020, yang diperkirakan akan terjadinya arus mudik. Setelah dianalisa secara cermat, sepertinya Permenhub ini memiliki beberapa kekurangan yang bisa berdampak besar bagi masyarakat.
Menurut Ketua Umum HKHKI Dr. Ike Farida, S.H.,LL.M. saat dijumpai Poskota.Net dikantor HKHKI , Kuningan Jakata, Rabu (29/4/2020), mengatakan PermenHub No. 25/2020 ini kemungkinan besar akan menghadapi berbagai masalah dalam pelaksanaannya, seperti:
Bagaimana dengan nasib pekerja yang di PHK dan tidak punya tempat tinggal, jika dilarang mudik, mereka harus tidur dimana? Padahal di kampungnya mungkin saja pekerja yang di PHK tersebut bisa bekerja di sawah/kebun (lebih produktif).
Saat ini jumlah pekerja yang di PHK per 20 April 2020 mencapai lebih dari 2 juta orang, ini belum termasuk jumlah pekerja informal dan jumlah pengangguran yang sudah ada sebelum Covid-19, sebanyak 7 juta orang.
Bagaimana dengan TKI, pekerja migran Indonesia, WNI dari negara lain yang tiba di Pelabuhan ataupun bandara, dimana mereka harus meneruskan perjalannya ke kota lain?. Pemerintah membuka jalur masuk ke Indonesia, tapi transportasi antar kota domestik dilarang.
Bukankah hal ini dapat menyebabkan keos dan penumpukan penumpang di Pelabuhan maupun bandara? Karena TKI dan WNI yang tiba dibandara dan ingin melanjutkan perjalanan ke kota lain akan tertahan dibandara.
Selain itu, bagaimana pula dengan masyarakat yang sedang menjalani pengobatan darurat di kota lain (aglomerasi lain)? Mungkin saja nyawanya tidak tertolong jika harus menunggu sampai 31 Mei 2020?
Disisi lain, faktanya sebelum dikeluarkannya PermenHub No 25 tahun 2020 ini sudah banyak pekerja yang di PHK tidur di emperan toko dan ditempat yang tidak pantas dijadikan tempat tinggal.
HKHKI memprediksi jumlah pekerja yang di PHK bisa mencapai belasan juta orang jika pemerintah tidak segera mengeluarkan aturan yang betul-betul kongkrit dan nyata untuk menyelamatkan pengusaha dan pekerja.
Sebagai perbandingan, hingga 29 April 2020 CNN Internasional melansir di Amerika masyarakat terjangkit Covid-19 sudah lebih dari 1 juta orang, dan lebih dari 58.000 orang meninggal dunia.
Dengan angka tersebut, warga Amerika yang mengajukan un-employment benefit sudah mencapai 26,5 juta orang, dan itu terjadi hanya dalam kurun waktu 5 minggu.
Selanjutnya Dr. Ike Farida, S.H., LL.M sangat prihatin melihat fakta banyaknya pekerja yang di PHK karena Covid-19 tidak punya tempat tinggal lagi dan harus tidur di tempat yang tidak layak.
Hal ini tidak boleh dibiarkan berlama-lama tanpa solusi. Pemerintah harus segera menyelamatkan mereka, bukan saja karena itu adalah kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28A dan 28H UUD 1945.
Pasal tersebut mengamanatkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan memperoleh pelayanan Kesehatan serta jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Namun juga untuk menekan penyebaran Covid-19.
Karena mereka yang tidur dipinggir jalan atau tidak memiliki tempat beristirahat yang layak sangat rentan tertular dan menularkan virus ganas ini.
HKHKI berpendapat bahwa aturan dan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah hendaknya dibuat secara komprehensif. Misal dikeluarkannya aturan oleh satu kementerian tapi tidak saling berkoordinasi dengan kementerian terkait lainnya.
Aturan seperti itu akan sulit dalam implementasinya dan tidak bisa maksimal hasilnya, bahkan dapat merugikan masyarakat.
Terkait pekerja yang di PHK, diharapkan Kementerian Perhubungan berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja untuk membuat aturan dan kebijakan tersendiri mengenai perhubungan dan transportasi. Adapun masukan dari HKHKI antara lain:
Pemerintah menyediakan tempat tinggal sementara (penampungan) bagi pekerja ter-PHK yang tidak memiliki tempat tinggal;
Menyediakan fasilitas transportasi khusus baik darat, perkeretaapian, laut dan udara dan memulangkan tenaga kerja tersebut ke kampung halamannya dengan aman (setelah dikarantina dan dikonfirmasi bebas Covid-19).
Fasilitas yang sama dapat diberikan bagi TKI dan pekerja migran dari negara lain yang hendak menuju kampung halamannya.
Memberikan pinjaman tanpa bunga dan atau sarana/fasilitas agar dapat mengembangkan keahliannya di kampung halamannya.
Setidaknya, jangan menambah beban pekerja yang sudah di PHK, tidak punya tempat tinggal kemudian dilarang mudik pula. Seharusnya setiap aturan yang dikeluarkan, harus pula diberikan solusinya bagi masyarakat.
Dalam rangka menyambut Hari Buruh Dunia pada 1 Mei 2020 (May Day), HKHKI memberikan apresiasi pada Serikat Pekerja karena sudah membatalkan aksi demo. Hal tersebut patut di apresiasi karena yang utama adalah dialog, terlebih di saat pandemi ini melakukan demo sangat beresiko.
Selain itu HKHKI juga menghimbau serikat pekerja di seluruh Indonesia untuk membantu pemerintah dalam menghentikan/menghindari penyebaran Covid 19 dan permasalahan Ketenagakerjaan antara lain:
secara berkesinambungan memberikan himbauan kepada anggotanya untuk tidak keluar rumah jika sedang tidak bekerja, menjaga kebersihan diri dan lingkungan kerja.
Mendahulukan Bipartit dan komunikasi serta diskusi dalam setiap bentuk perselisihan.
Tidak bersikeras (saling mengalah) untuk menghindari terjadinya PHK masal.
Memberikan masukan positif kepada perusahaannya masing-masing agar operasional perusahaan dapat terus berjalan.
Menurut Dr. Ike Farida, HKHKI (ILLCA) sebagai organisasi yang beranggotakan para praktisi hukum (advokat dan pengajar/akademisi) saat ini turut aktif membantu pekerja yang di-PHK dengan memberikan layanan konsultasi hukum gratis, membagikan sembako dan bahan kebutuhan pokok.
Dana tersebut digalang dari anggota dan mereka yang perduli atas permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Masyarakat umum juga dapat turut berpartisipasi dengan mengirimkan Donasi “ILLCA PEDULI COVID-19”.
“Ke Bank Mandiri No.Rek 124-00-1017543-9 a/n Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,” tandas Dr Ike Farida, SH,LLM kepada Poskota.Net