Pematang Siantar PosKota Net
Untukmengetahui dinamika yang berkembang soal Undang Undang Tentera Nasional Indonesia (UU) TNI) No 34 Tahun 2024 di Kota Siantar dan Simalungun, Gerak Suatera Utara 08 gelar diskusi Publik bertajuk “ Quo Vadis UU, Sabtu (12/4/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan yang berlangsung di Café 2 De Point, Jalan Farel Pasaribu Kota Siantar mulai pukul 15.30 sampai 17.20 Wib dengan moderatior Fery Simarmata itu, berlangsung penuh dinamika serta menuai pro kontra.
Nara sumber Sarles Gultom (Dekan Fakultas Hukum USI Kota Siantar mengatakan, sebagai akademisi bersikap netral terhadap UU TNI yang telah disahkan DPR RI tanggal 20 Maret 2025.
“UU TNI itu sebenarnya tidak dibahas ujuk-ujuk atau tiba-tiba karena merupakan Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya Sarles Gultom dihadapan peserta sekitar 50 orang dari berbagai elemen masyarakat.
Kalau adanya jabatan TNI yang boleh menduduki jabatan sipil dikatakan karena sebagai penguat meski memang mengurangi kesempatan sipil untuk mendudukinya.
“Masalahnya sekarang bagaimana mengawasi pelaksanaan UU TNI dengan seksama dan menempatkan personel TNI yang memang profesional,” bebernya.
Sementara, Torop Sihombing sebagai Ketua Gerak 08 Sumatera Utara dengan tegas menyatakan mendukung UU TNI karena memiliki argumen kuat bahwa TNI tidak akan kembali seperti masa orde baru terkait Dwi Fungsi ABRI.
“UU TNI sangat dibutuhkan melihat situasi politik global yang saat ini penuh dinamika. Tapi, mengapa harus mengkritisi UU TNI ? Tidak justru mengkritisi banyaknya politikus busuk yang terlibat korupsi. Sedangkan perang terhadap narkoba, perlu penguatan dari TNI,” bebernya.
Ditegaskan juga, jangan ada pihak mengajarkan sinyal ketakukan tentang TNI kepada rakyat karena TNI adalah sahabat rakyat dan hasil survey tingkat kepuasan terhadap TNI cukup positif.
Sementara, nara sumber lainnya, Dame Jonggi Gultom SH Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kabupaten Simalungun) mengatakan, pembahasan UU TNI telah selesai dan saat ini menunggu Presiden membuat nomor untuk dimasukkan pada lembaran negara.
“Kalau mencermati tentang UU TNI, tidak ada kekawatiran muncul Dwi Fungsi ABRI. Tapi, sebagai masukan, TNI yang apabila melakukan pelanggaran hukum sebaiknya disidangkan melalui peradilan umum. Bukan peradilan Milter dan itu tidak ada pada UU TNI,” ujar Jonggi.
Kemudian, kalau ada mengajukan Judicial Review atau pengujian konstitusional terkait UU TNI dinilai sah saja dan itu juga dapat dilakukan pihak yang pro terhadap UU TNI karena kedudukan warga negara sama di mata hukum.
Sedangkan nara sumber Rendra Wijaya sebagai Koordinator Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) Wilalayah 1 Aceh-Sumut) mengatakan, UU TNI tak sesuai dengan semangat reformasi apalagi pembahasannya dilakukan tergesa-gesa.
Terkait perpanjangan usia pensiun TNI dinilai menambah beban keuangan negara dan penambahan penempatan jabatan TNI di empat lembaga pemerintah mengurangi hak sipil karena tugas dan fungsi TNI harusnya menjaga kedaulatan negara (perang).
“Pada pasal 8 peran TNI menjaga perbatasan diganti menjadi menjaga wilayah dapat menimbulkan penilai negatif. Sedangkan masalah Siber sudah ada Badan Intelijen Negara (BIN). Jadi, Quo Vadis UU TNI mengundang kekawatiran karena ada indikasi ke arah “Dwi Fungsi ABRI” seperti masa Orde Baru,” bebernya.
Pada sesi selanjutnya, saat dilakukan tanya jawab, muncul berbagai pendapat mengapa UU TNI yang disoroti, bukan malah terkait dengan kesejahteraan petani dan maraknya korupsi yang dilakukan para pejabat sipil.
Di akhir diskusi itu, Pangihutan Banjarnahor sebagai Ketua Panitia mengatakan, hasil diskusi publik Quo vadis UU TNI akan menjadi rekomendasi untuk disampaikan kepada pihak terkait yang diantaranya kepada Panglima TNI.
Soal pro kontra sangat positif menunjukkan ciri demokrasi dan hanya di Siantar pihak yang pro kontra bisa duduk bersama.. Artinya, itu menunjukkan suatu kedewasan bagi kita semua,” katanya membacakan beberapa remkondasi
(Jep)