Laporan Lili Romli
Ciamis,Poskota,Net-Ditengah terik matahari puluhan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Ciamis melakukan aksi Menolak Revisi Undang-undang (RUU) tentang Penyiaran,
Aksi unjuk rasa Solidaritas Jurnalis Ciamis tersebut dilakukan di Depan Gedung DPRD Ciamis Pada Selasa( 28/5/2024)
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam aksi masa Solidaritas Jurnalis Ciamis tersrbut ,mereka secara tegas dengan penolakan RUU Penyiaran yang dikeluarkan pada Maret 2024.
Dalam aksi Solidaritas Jurnalis Ciamis, yaitu dengan silih berganti dengan begitu semangat melakukan orasi dengan penolakan RUU Penyiaran
Di sisi lain dalam aksi tersebut para jurnalis Ciamis , mengkritik berbagai poster tentang buruk RUU Penyiaran dengan beberapa aturan diantaranya Larang Liputan Investigasi Eksklusif”, “Tindakan Aparat Brutal Pembungkaman UU Pers”, hingga “Kembali ke UU No. 40/1999”,” demikian beragam narasi penolakan terhadap RUU Penyiaran dalam aksi tersebut.
Aksi solidaritas ini menilai RUU Penyiaran merupakan ancaman kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Hak masyarakat mendapatkan informasi terkikis bila RUU Penyiaran rampung dan disahkan sebagai undang-undang.
Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat, melalui RUU Penyiaran, mewujudkan kendali berlebih (overcontrolling) terhadap ruang gerak warga negaranya.
RUU tersebut mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; undang-undang yang dibuat untuk melindungi kerja-kerja jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi.
Pada Pasal 50B Ayat 2 RUU Penyiaran, terdapat larangan penayangan konten eksklusif jurnalisme investigasi. Larangan ini menunjukkan ketakutan terbongkarnya permasalahan yang penting untuk diketahui
Tidak hanya itu, larangan ini juga merupakan bentuk keengganan pemerintah dalam melakukan pembenahan. Alih-alih memanfaatkan produk jurnalistik investigasi eksklusif untuk mengatasi persoalan negara, kanal informasi ini malah dilarang.
“Simbol kemunduran kemerdekaan pers karena berusaha membungkam pers melalui RUU Penyiaran. Padahal, karya jurnalistik investigasi merupakan karya tertinggi bagi seorang jurnalis,” kata Ketua IJTI Galuhraya Yosep Trisna.
Sedangkan Adeng Bustomi korlap aksi menyatakan, masih ada beberapa pasal kontroversial yang mengancam kebebasan pers dan menghalangi tugas jurnalistik.
“Kami memandang pasal yang multi-tafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam pers dan mengancam kemerdekaan pers,” katanya.
“Adeng menambahkan, pada Pasal 50B Ayat 2 Huruf K yang berbunyi “larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik,” berpotensi membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis atau pers. Pasal ini juga terkesan rancu sehingga dapat menimbulkan multitafsir.
“Karena itu, kami mendesak agar pasal-pasal ‘nakal’ ini segera dihapuskan. Draf revisi ini juga menetapkan kewajiban sensor untuk seluruh isi siaran. Ini bertentangan dengan UU Pers karena seharusnya siaran jurnalistik tidak dikenai sensor,” ujar korlap aksi,”tandasnya.






