Jakarta, 2 Oktober 2025–poskota net– Vietnam melalui Institut Etnisitas dan Agama di bawah Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh bekerja sama dengan Institut Leimena mengadakan pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) untuk para calon pemimpin negara tersebut. Vietnam ingin mengadopsi pengalaman Indonesia dalam melaksanakan program LKLB yang telah diikuti oleh lebih dari 10.000 peserta terdiri dari guru, pendidik, dan aparatur sipil negara (ASN), karena dinilai berhasil membangun rasa saling pemahaman dan kolaborasi dalam masyarakat majemuk.
Pelatihan bertemakan “Cross-Cultural Religious Literacy in Diversity Towards Building a Harmonius and Sustainable Society” (Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Keberagaman Menuju Pembangunan Masyarakat Harmonis dan Berkelanjutan) diadakan di Hanoi, Vietnam, pada 29 September-1 Oktober 2025 dengan jumlah peserta sekitar 50 pejabat dan akademisi dari Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Sekretaris Komite Partai Komunis sekaligus Wakil Direktur Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh, Hoang Phuc Lam, mengatakan pelatihan LKLB menjadi bagian sangat penting karena dilaksanakan tepat setelah Vietnam dan Indonesia meningkatkan hubungan tahun 2025 dari kemitraan strategis menjadi kemitraan strategis komprehensif.
“Ini adalah acara yang signifikan untuk merayakan ulang tahun ke-70 hubungan antara Vietnam dan Indonesia tanggal 30 Desember 2025. Acara hari ini telah menerima banyak perhatian dari para akademisi, manajer, anggota fakultas, peneliti, dan tokoh terhormat dari Vietnam dan Indonesia, dua negara yang berbagi banyak kesamaan dalam hal budaya dan agama,” kata Hoang Phuc Lam.
Lam mengatakan Vietnam dan Indonesia bisa bersama-sama mempromosikan peran agama dalam membangun masyarakat harmonis untuk pembangunan berkelanjutan kedua negara. Ia menyatakan, dalam kerangka hubungan kemitraan strategis Vietnam dan Indonesia, maka kerja sama bidang penelitian dan pendidikan agama memiliki makna praktis serta berkontribusi pada penguatan kepercayaan politik dan mempromosikan solidaritas antara dua bangsa dan dua budaya.
“Selama bertahun-tahun, baik Vietnam maupun Indonesia telah berfokus pada pendidikan agama dalam konteks keragaman budaya. Institut Leimena dari Indonesia dengan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya, telah mencapai banyak prestasi, berkontribusi pada penguatan toleransi, memperkuat persatuan nasional, membangun jembatan budaya dan mempromosikan masyarakat yang harmonis,” kata Lam.
Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh sendiri merupakan lembaga setingkat Kementerian di bawah pimpinan tertinggi negara Vietnam yaitu Politburo Partai Komunis. Fungsinya melakukan pendidikan kader pemimpin dan politisi Vietnam, penelitian ilmiah, dan memberikan rekomendasi dan konsultasi kepada partai tentang kebijakan pembangunan tanah air termasuk dalam konteks etnis dan agama.
Hoang Phuc Lam menambahkan selama sekitar 30 tahun terakhir, globalisasi telah membawa banyak peluang, sekaligus bisa menimbulkan atau memperburuk konflik etnis dan agama. Itu sebabnya, meningkatnya migrasi agama sangat membutuhkan kerja sama berbagai individu dan komunitas kepercayaan.
“Dalam konteks itu, peningkatan pengetahuan agama (literasi agama) membantu setiap individu dan komunitas kepercayaan memiliki pandangan objektif dan ilmiah tentang agama, dengan demikian mengurangi prasangka, menghilangkan stigma, mencegah konflik, dan mempromosikan semangat ‘menghormati perbedaan untuk hidup bersama’,” lanjutnya.
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan pelatihan LKLB di Vietnam menunjukkan bahwa program LKLB yang dijalankan Indonesia telah menginspirasi banyak negara, termasuk Vietnam sekalipun mayoritas masyarakatnya tidak memeluk agama. Vietnam menyadari agama sudah berkembang dalam masyarakat sehingga menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri.
“Terlepas perbedaan antara Indonesia dan Vietnam, kedua negara memiliki banyak kesamaan dalam hal tantangan kemajemukan untuk membangun masyarakat kohesif, harmonis, dan damai. Agar berhasil, kita perlu memiliki kemampuan ‘literasi’ untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama,” kata Matius.
Dia mengungkapkan Indonesia menghargai kemitraan strategis komprehensif dengan Vietnam sebagai fondasi yang kuat bagi kedua negara untuk tidak hanya bekerja sama di bidang politik dan ekonomi, tetapi juga mempromosikan pendidikan untuk membangun toleransi dan kerja sama.
Matius menjelaskan program LKLB di Indonesia telah dimulai sejak 2021 dengan melatih guru di sekolah dan madrasah. Institut Leimena bermitra dengan lebih dari 40 lembaga pendidikan dan keagamaan, serta telah bekerja sama dengan empat Kementerian yaitu Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Kementerian Agama RI, dan Kementerian Hukum RI.
“Di kawasan Asia Tenggara, LKLB telah dianggap sebagai pendekatan penting untuk masyarakat ASEAN yang inklusif dan kohesif, sebagaimana tertuang dalam Visi dan Strategi ASEAN 2045 yang diadopsi tanggal 26 Mei lalu dalam KTT ASEAN di Malaysia. Salah satu strategi ‘melaksanakan serangkaian program literasi agama lintas budaya’ untuk mencapai tujuan Komunitas ASEAN yang inklusif dan kohesif. Strategi lainnya, memperkuat kerja sama ASEAN melalui ‘literasi antarbudaya dan antaragama’, sehingga ASEAN dapat berkontribusi pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” kata Matius.
Pelatihan LKLB di Vietnam merupakan tindak lanjut dari kunjungan lima akademisi Vietnam ke Indonesia pada 1-3 Mei 2025, termasuk ke Kementerian Luar Negeri RI, untuk mempelajari pengalaman Indonesia dalam mengelola kemajemukan melalui program LKLB. Itu sebabnya, pelatihan LKLB di Vietnam juga menghadirkan dua narasumber dari Indonesia yaitu Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Amin Abdullah, dan Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI, Farid F. Saenong.( Red )