Banten,poskota.net–Gusdurian Banten beserta perwakilan lintas agama dan aliran kepercayaan bekerjasama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Kementerian Kebudayaan menghadirkan Sasaka Cibanten sebagai ruang kolektif untuk menghubungkan ulang arus peradaban tersebut.
“Di era globalisasi, budaya lokal semakin terancam oleh arus budaya asing yang masif. Modernisasi dan urbanisasi juga turut mengubah sosial dan budaya masyarakat. Akibatnya, banyak tradisi dan kearifan lokal yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda.” Ujar Ardo
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu rangkaian acara ini adalah “Ngundeur Cai” (Mengambil Air) yang dilakukan oleh perwakilan lintas agama dan aliran kepercayaan, sebuah prosesi yang diadopsi dari ritual tradisi masyarakat Ciomas setiap kali melakukan pembersihan benda pusaka menggunakan sumber mata air yang ada di Sungai Cibanten.
Ardo mengatakan dengan memahami akar budaya, kita dapat membangun rasa memiliki dan tanggung jawab untuk melestarikannya. “Kita juga dapat lebih menghargai keberagaman budaya yang ada di Indonesia, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dan toleran” tambahnya.
Sasaka Cibanten berlangsung dalam tiga rangkaian di sepanjang aliran Sungai Cibanten selama bulan Oktober. Pertama, hulu berlokasi di Titik Nol, Cibanten. Kedua, tengah berlokasi di Gedung Juang, Banten Girang, Umah Kaujon, dan Jembatan Kaujon. Terakhir, hilir berlokasi di Benteng Speelwijk, Keraton Kaibon, dan Vihara Avalokitesvara Banten Lama. Beragam UMKM (warga sekitar), pertunjukan barongsai dan seni lainnya, pameran, ngariung, workshop, walking tour, seminar, lomba, dan konservasi sungai turut meramaikan acara.
“Terima kasih kepada pemerintah daerah dan pemerintah provinsi serta instansi dan organisasi lainnya yg turut berkolaborasi mensupport dan mensukseskan acara ini, mari lestarikan budaya dan tingkatkan ekonomi masyarakat setempat.” Tutup Ardo.( Red )